Nina Van Goblok

Di sebuah SMA negeri di Denpasar, hiduplah seorang murid cewek bernama Nina.

Sepanjang dua tahun terakhir masa-masa SMA-nya, Nina sudah dua kali nyaris nggak naik kelas. Soalnya setiap hari, Nina jarang belajar, kerjaannya cuma main. Nilai-nilainya pun hampir selalu pas-pasan.

Dan kalo ada siaran bola, dia bakal begadang sampai pagi. Apa lagi, kalo yang main MU, Nina pasti nonton. Karena dia suka banget sama Robin Van Persie. Dia bahkan mengubah namanya sendiri jadi Nina Van Persie. Hanya saja, karena nilai-nilai Nina selalu hancur, dia malah dipanggil Nina Van Goblok.

Saat akhirnya Nina kelas 3 SMA, dia memutuskan untuk belajar lebih rajin. Terutama pelajaran hitung-hitungan. Soalnya ujian nasional sudah dekat. Setelah belajar mati-matian, sejauh ini nilai tertinggi pelajaran hitung-hitungan Nina adalah 0,5. Itu juga karena ongkos nulis.

Nina sudah mencoba belajar sendiri, tapi gagal. Dia sudah nyoba minta diajarin temannya, si Doni, dan temannya itu jadi gila. Dulu, Nina juga pernah nyoba les, dengan harapan nilainya membaik. Tapi guru lesnya masuk rumah sakit jiwa.



Sampai akhirnya dia putus asa, setiap ujian matematika atau fisika atau kimia atau apapun yang isi hitung-hitungan, dia pasti nyontek. Awalnya, teman-temannya pada maklum, Nina cuma belum ngerti aja sama materi pelajaran. Namun, lama-lama semua temannya mulai merasa terganggu. Soalnya setiap kali ulangan, Nina pasti manggil-manggil minta jawaban, kadang nendang-nendang bangku teman kalo dicuekin. Bikin gak konsen!

Setelah semua temannya muak sama Nina, cewek itu pun cuma bisa pasrah. Nilai-nilai pelajaran berhitungnya pun turun menjadi 0. Hanya tinggal Si Doni itu saja yang masih mau berteman sama Nina. Soalnya Doni naksir sama dia. Sayangnya Nina cuma nganggap Doni sahabat.

Terlepas dari kebegoan Nina yang tanpa ampun, beberapa cowok memang ada juga yang naksir dia. Bagaimanapun, Nina memiliki wajah yang manis. Matanya belo, kulit sawo matang dan rambut hitam sebahu. Pernah pas Nina senyum, cowok-cowok sukses dibikin bengong. Soalnya di giginya ada cabe.

Namun, memang selama ini Nina belum mau pacaran, dia pengin fokus ke nilai-nilainya yang mulai mengkhawatirkan.

Suatu hari, pas pelajaran matematika, Nina permisi ke toilet buat basahin kepalanya yang berasap karena terlalu lama digunakan untuk berpikir. Malas masuk kelas cepat-cepat, Nina duduk-duduk dulu di pinggir lapangan basket, memandang murid-murid cowok yang sedang main futsal. Di antara para pemain futsal itu, ada satu cowok yang Nina suka, namanya Indra. Sudah lama Nina naksir cowok itu, cuma gak sempat aja ngegebet.

Lalu karena teringat nilai-nilainya, pandangan Nina jadi menerawang, meratapi nasibnya yang kemungkinan besar nggak bakal lulus ujian nasional. Saat itulah, terdengar suara teriakan. "AWAS!"

Belum sempat Nina menyadari apa yang terjadi, sesuatu menghajar wajahnya dengan begitu keras. Seluruh permukaan wajah Nina jadi terasa pedas, pandangan nggak jelas, dan langsung jadi lemas. Penglihatan Nina masih burem kayak jendela berdebu. Nina terhuyung ke samping, namun seseorang menahannya. "Kamu nggak pa-pa?"

Pelan-pelan, Nina mulai bisa melihat wajah seorang cowok. Dia berharap cowok itu adalah si ganteng Indra. Namun, Nina malah melihat sebuah kumis. Ternyata yang menahan tubuh Nina bukan si ganteng Indra, tapi guru olahraga yang terkenal cabul. Nina pun melompat dari jangkauan si guru.

Buru-buru Nina merapikan bajunya. "Saya gak pa-pa, Pak. Makasi." ujarnya.

Pak Guru manggut-manggut, lalu memberi perintah. "Indra, anter dia ke UKS."

Si ganteng Indra pun mendekati Nina, cowok itu berbadan tinggi dan atletis, mirip pemain bola profesional dan dia tersenyum pada Nina. Melihat senyum itu, hati Nina langsung cenat-cenut. Mereka pun berjalan bersama menuju UKS. "Kamu nggak pa-pa, Nina?" tanya Indra.

Nina menoleh. "Nggak pa-pa, aku cuma mau nendang titit orang yang bikin mukaku kena bola." gerutunya sebal.

"Umm, aku orangnya." Indra menelan ludah.

Nina malah nyengir. "Nggak pa-pa, kalo kamu pelakunya, aku gak keberatan," ujar Nina mesem-mesem.

Setelah sampai di UKS, mereka cuma diam-diaman. Nina nggak tau harus ngomong apa, jadi dia memilih mengerjakan soal-soal matematika. Nina memang selalu menyimpan kertas-kertas berisi soal matematika di kantong roknya. Biar bisa belajar kalo ada waktu luang. Dan gak perlu waktu lama sampai Nina menyerah.

Dia pun memohon pada Indra. "Bisa bantu nggak? Tadi gara-gara kena bola, aku jadi bego."

Indra mengangguk dengan perasaan bersalah, lalu mulai mengerjakan soal-soal tersebut. Beberapa menit kemudian, Indra sudah selesai.

"Kalo cuma segini sih gampang." ujar Indra.

Nina mengerjap dua kali. "Gampang? Bisa ajarin aku?" Tanya Nina penuh harap.

Indra pun ngajarin Nina dengan sabar. Memang perlu waktu, soalnya Nina benar-benar payah. Setelah dua jam, Nina akhirnya dapat pencerahan. Indra memberikan contoh-contoh yang sederhana sehingga Nina bisa menangkap apa yang dijelaskan. Dan ternyata memang nggak terlalu susah.

Setelah mereka pulang, Nina mengingat-ingat lagi apa yang Indra ajarkan, dia mengulang-ulang terus latihan soalnya semalaman. Dan besoknya, saat ulangan susulan matematika, Nina dapat nilai 6. Nilai tertinggi untuk pelajaran matematika sepanjang sejarah hidupnya.

Sejak itu, Nina terus minta diajarin hitung-hitungan. Dengan senang hati, Indra mengajari, dia merasa bertanggungjawab atas kebegoan Nina.

Selama berminggu-minggu, Nina nempel terus sama Indra. Kadang dia ngikutin cowok itu ke lapangan bola atau lapangan futsal, minta diajarin. Pernah juga Nina nyamperin Indra di rumahnya, minta dijelasin rumus-rumus, atau sekedar nelepon buat nanya soal. Hanya Indra yang bisa membuat Nina ngerti. Kalo diajarin sama teman-teman lainnya atau guru-gurunya, Nina cuma bengong aja, seolah mereka semua berbicara dengan bahasa sansekerta.

Di sela-sela belajar bareng, Nina dan Indra juga sering ngobrol tentang bola. Kalo Nina suka sama MU, Indra suka sama Barca.

"MU jadi jelek gara2 si Moyes terkutuk!" Umpat Nina.

Indra manggut-manggut. "Ya, harusnya MU merekrut mantan pelatih Barca, si Pep Guardiola."

Dan begitulah, Nina dan Indra jadi dekat. Soalnya mereka sering belajar bareng sambil diskusi bola. Lama-lama Nina jadi pintar. Nilai-nilai Nina pun mulai membaik. Di akhir semester, bukan cuma nilai Nina yang meningkat drastis, bahkan rangkingnya juga naik. Dulu Nina peringkat 40 dari 40 siswa, sekarang Nina jadi peringkat 39. Setelah salah satu murid di kelasnya ada yang pindah sekolah.

Namun, tetap saja. Nilai Nina meningkat sangat drastis. Teman-temannya dibuat kaget, termasuk Nina sendiri, dan cicak di dinding juga kaget.

Lalu perlahan, Nina juga mulai merasakan sesuatu yang berbeda kalo ada di dekat Indra. Merasa bahagia dan nggak mau berpisah dari cowok itu. Pas pulang dari mengambil rapot di sekolah, Nina memutuskan untuk mengungkapkan perasaan sukanya pada Indra. Nina pun menghampiri Indra, dan mereka ngobrol gak jelas.

Pas Indra mau pulang, Nina baru berani ngomong. "Ndra, aku suka sama kamu."

"Eh?" Indra dibuat bengong.

Nina pun cuma mesem-mesem. "Aku mau bilang itu aja, sih. Selanjutnya terserah kamu." kata Nina malu-malu.

Lalu tiba-tiba seorang cewek manis menghampiri mereka, dan berdiri di sebelah Indra. Kayaknya adik kelas, tapi Nina nggak tau namanya.

"Nina, kenalin, ini Lala, pacarku." Ujar Indra kalem. Nina cuma bengong. Pacar? Indra udah punya PACAR? Nina mau nangis.

Si cewek manis menggandeng tangan Indra. "Pulang yuk, Sayang." ujarnya manja. Indra masih menatap Nina ketika si pacar menariknya pergi.

Siang itu, Nina pun pulang dengan keadaan hati yang patah. Dia langsung nelepon sahabatnya, Doni. "HUAA!! Indra udah punya cewek!" isaknya.

"Ckck, masih banyak cowok lain, Nin." Decak Doni di ujung sana.

Nina menggeleng dan terus menangis. "Tapi nggak ada yang mau sama aku!"

"Aku mau sama kamu. Dari dulu aku suka sama kamu, Nin." Kata Doni tulus.

Nina shock. "Bukannya kamu homo?"

Jleb. Doni mau terjun ke jurang.

"Nggak, aku suka sama kamu!" Lalu Doni menutup telepon.

Nina hanya memutar bola mata. Doni memang cowok yang baik. Tapi bukan selera Nina. Doni terlalu lembut, dan kadang jari kelingkingnya suka mencuat naik. Karena itulah, sudah lama Nina mencoret Doni sebagai calon pacar.

Besoknya, di sekolah, Nina bertemu lagi dengan Indra. Nina berusaha menghindar, tapi mereka sudah terlanjur berpapasan. Err..

Saat itu, mendadak Indra menggenggam tangan Nina. "Aku mau ngomong," ujarnya. Nina cuma bengong aja, pasrah diajak ke belakang sekolah.

Di sana, Indra mulai bicara. "Sebenarnya, aku juga suka sama kamu, Nin. Aku pikir kamu cuma nganggap aku teman, makanya aku nembak Lala."

"Terus?" Tanya Nina bingung.

Indra menghela napas. "Aku janji bakal mutusin Lala demi kamu. Mau nggak jadi pacarku, Nin?"

JENG! JENG!

Nina terdiam, dia berpikir bahwa Lala mungkin cewek yang baik dan nggak pantas disakitin. Tapi masalahnya, Nina sangat, sangat, sangat, sangat, sangat menyukai Indra. Dan akhirnya Nina menjawab. "Mau."

Dan di belakang sekolah, mereka berciuman lama. Saling melampiaskan perasaan suka yang selama ini hanya bisa mereka pendam. Di momen itu, mereka pun resmi menjalani hubungan rahasia. Nggak ada yang boleh tau. Paling nggak, sampai Indra mutusin Lala.

Namun itu nggak mudah, karena hampir satu sekolah sudah tau bahwa Indra pacaran sama Lala. Bahkan beberapa cowok masih dendam sama Indra, karena berhasil mendapatkan si manis Lala. Salah satunya Bimo, ketua Geng Lengan Besi di sekolah. Bimo sangat menyukai Lala, tapi cewek itu malah memilih jadian sama Indra. Hal itu cukup untuk membuat Bimo menangis seperti bayi, dan dengan mata berkaca-kaca menghampiri Indra. "Jaga Lala baik-baik! Jangan pernah nyakitin dia! Kalo sampai kamu buat dia nangis, aku sendiri yang akan menghajarmu!" Begitu pesan si ketua Geng Lengan Besi.

Dan begitulah, sehari setelah Bimo berpesan padanya, Indra malah selingkuh sama Nina. Sebenarnya dia nggak tega sama Lala, tapi dia juga sangat menyukai Nina. Awalnya Indra sudah bertekad bakal mutusin Lala, tapi saat melihat wajah polos cewek itu, Indra nggak sanggup. Indra pun terus menundanya.

Suatu hari, pas mau mutusin Lala lagi, cewek itu malah mengenalkan Indra sama pamannya. Seorang pengusaha yang punya saham di klub Barcelona. Indra pun ditawari mengikuti seleksi pemain yang diadakan oleh sekolah sepak bola Barcelona, La Masia. Kebetulan bakal ada seleksi di Bali.

Dan Indra terpilih. Dia bakal dikirim ke Spanyol selama 3 bulan. Hal ini membuat Indra semakin berat untuk mutusin Lala.

Di sisi lain, Nina mulai mendesak Indra, dia minta kepastian. "Kapan aku jadi pacar beneran kamu? Kita nggak bakal terus kayak gini kan?!"

Nina memang harus ngumpet-ngumpet kalo mau ketemu Indra. Biasanya, mereka ciuman di ruang ekskul pecinta alam, di bawah tangga, bahkan di belakang kamar mandi. Setiap kali bertemu, Nina merasa seperti pengedar narkoba yang mau bertransaksi dan harus menghindari polisi. Lama-lama Nina jadi gak tahan.

"Sabar." Hanya itu yang bisa Indra katakan. Jawaban itu hanya membuat Nina pengin mencakar muka Indra. Tapi dia berusaha bersabar.

Lewat sebulan, Indra belum juga memberi kepastian. Indra malah lebih banyak menghabiskan waktu bersama Lala, dan tentu saja itu bikin Nina jadi panas. Dia harus menekan perasaannya setiap kali melihat Indra dan Lala berjalan sambil bergandengan tangan atau suap-suapan di kantin. Err..

Sampai suatu malam, ketika Indra dan Nina makan di sebuah kafe terpencil, lalu Indra mau bayar. Saat itulah Nina melihat foto Lala di dompet Indra. Nina sudah muak dengan janji-janji Indra, dia nggak mau lagi mendengar omong kosong cowok itu. Nina pun pergi, membuat Indra bingung.

"Hei?" Panggil Indra.

Nina langsung nyemprot. "KENAPA ADA FOTO LALA DI DOMPET KAMU?"

"Sori, Nin. Aku lupa, Lala yang naruh di dompetku."

"SUDAHLAH! KITA PUTUS!" Seru Nina sebal, lalu melanjutkan. "Maksudku, walaupun aku ini cuma SELINGKUHAN kamu, tapi KITA PUTUS!"

"Tunggu! Besok aku bakal tinggalin Lala! Demi kamu!" Teriak Indra. Namun Nina sudah terlalu jauh untuk mendengar suaranya.

Malamnya, Nina nangis di bawah selimut selama berjam-jam, menghabiskan berlembar-lembar tisu untuk ngelap air mata dan ingus. Nina juga menelepon Doni supaya datang ke rumah, dia pengin ada yang mendengar keluh kesahnya. "Buruan ke sini, sebelum aku bunuh diri!"

Nggak lama, Doni datang ke rumah Nina, berusaha menghibur cewek cengeng itu dengan sabar. Doni juga membelikan tisu tambahan untuk Nina. Lalu Doni berkata kalem. "Kenapa sih kamu suka banget sama Indra? Masih banyak cowok yang suka sama kamu. Aku, misalnya. Aku gak homo kok."

Nina menghela napas. "Kita kan udah temenan lama, aneh aja kalo pacaran."

"Kenapa nggak dicoba?"

"Aku takut nyakitin kamu."

Doni tersenyum. "Nggak masalah buat aku. Suatu kehormatan bisa kamu sakitin." Doni berkata lirih. "Umm, kamu mau nggak jadi pacarku, Nin?"

Melihat ketulusan Doni, hati Nina tersentuh. Nina tersenyum sekilas, lalu perlahan mengangguk. "Kita coba pelan-pelan, ya."

Nina pun menerima Doni.

Dan di waktu yang sama, Indra semakin pengin jujur sama Lala, bahwa dia mau putus dan bahwa dia menyukai cewek lain. Besok paginya, itulah yang Indra katakan pada Lala, kata-kata itu sukses membuat si cewek manis banjir air mata dan lari ke toilet.

Sialnya, ketika Lala lari ke toilet, dia berpapasan dengan si ketua Geng Lengan Besi, Bimo. Dan Lala menangis sambil menunjuk-nunjuk Indra. Kemudian Bimo menghampiri Indra. Tanpa basa-basi, dia menghajar perut Indra. Pukulan dan tendangan lain menyusul, membuat Indra babak belur.

Selama beberapa hari, Indra nggak masuk sekolah. Hal itu membuat Nina bingung, tapi dia berusaha nggak peduli. Dan akhirnya kabar itu tiba. Tepatnya sebulan kemudian, Nina mendengar bahwa Indra mutusin Lala karena dia menyukai seorang cewek yang masih misterius, dan karena itu dia babak belur dihajar Bimo.

Nina jadi gak tenang dan uring-uringan, dia pun memutuskan untuk datang ke rumah Indra. Dengan dada berdebar, Nina masuk ke rumah Indra. Namun, Indra nggak ada di rumah. Bapaknya bilang bahwa Indra sudah berangkat ke Spanyol dua hari yang lalu. Nina pun pulang dengan lesu. Dua hari yang lalu memang jadwal keberangkatan Indra, cuma Nina lupa. Lagi pula, sejak 'mutusin' Indra, Nina gak mau lagi mikirin cowok itu.

Tapi, hati nggak bisa bohong. Setelah merenung lama, Nina sampai pada satu kesadaran bahwa dia masih menyukai Indra. Nina pun nelepon Doni.

"Don, aku nggak bisa." Kata Nina pelan.

Doni bingung. "Nggak bisa apa?"

"Nggak bisa jadi pacar kamu. Maaf ya. Kamu baik, tapi aku nggak bisa."

Doni tentu saja patah hati, namun dia menerima. Bagaimanapun, sejak awal Nina memang cuma menganggapnya sebagai sahabat. Lagi pula, Doni siap berkorban apa saja supaya bisa melihat Nina bahagia, termasuk perasaannya sendiri.

Lantas, selama hampir tiga bulan, Nina menyiapkan diri untuk ujian nasional. Berjuang lebih keras dari yang pernah dia lakukan sebelumnya. Meskipun susah belajar tanpa bantuan Indra, tapi dia gak punya pilihan. Nina pun hanya bisa membuka lagi catatan-catatan yang diberikan cowok itu. Kalo ada siaran bola dan MU main, Nina sudah gak minat lagi nonton. Soalnya dia pengin dikenal sebagai Nina Vandai, bukan Nina Van Goblok.

Di sekolah, Nina gak pernah keluar kelas. Pulangnya juga sama, dia bakal mengurung diri di kamar bagai pertapa yang ingin mencapai moksa.

Sampai akhirnya, ujian akhir dilalui dengan baik. Nina pun merasa sangat lega, lebih lega dari mules yang tiba-tiba hilang.

Di hari terakhir itu, selesai menjawab soal, Nina duduk-duduk di koridor sekolah. Lalu tiba-tiba seseorang duduk di sebelahnya. Nina menoleh dan dibuat kaget. "Indra? Kok kamu di sini?"

Cowok itu tersenyum. "Aku pulang dua bulan lalu. Tapi kamu gak nyadar, sibuk belajar."

Nina pun memeluk Indra. "Aku kangen." Ujarnya pelan.

Indra tersenyum lagi. "Kamu masih mau jadi pacarku?" tanya Indra penuh harap.

"Mau." Sahut Nina. "Tapi kali ini aku mau jadi satu-satunya. Dan jangan berani-berani nyakitin aku atau aku akan membunuhmu."

"Demi Tuhan, aku bakal jagain kamu sebagaimana Rama menjaga Shinta, aku akan berkorban untukmu, seperti Romeo berkorban demi.."

"Stop!" Potong Nina. "Hentikan omong kosong itu! Pokoknya kalo kamu selingkuh, aku bakal tendang titit kamu sampai terbang ke stadion Old Trafford!"

Indra nelen ludah, lantas mengangguk. "Kalo aku selingkuh, kamu boleh nendang tititku sampai ke mana pun."

Nina nyengir, lalu memeluk Indra.

Mereka pun jadian, dan sebulan kemudian, Indra lulus dengan nilai baik, dan Nina lulus dengan nilai pas-pasan, tapi hasil belajar sendiri. Dan demikianlah, mereka pacaran dengan baik, kuliah, meniti karir, menikah, punya dua anak, dan hidup bahagia sampai keriput dan bau tanah.‪

Komentar

  1. Ckckckck Nina kayaknya daya tahan tubuhnya lemah :v

    BalasHapus
    Balasan
    1. Soalnya sering lupa makan, karena sibuk belajar..

      Hapus
  2. Ketemu Indra dilapangan basket, tapi lagi maen futsal. Disitu Nina harusnya sudah mulai curiga ada yang salah. hehehe. keren tapi ceritanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena di sekolah Nina nggak ada lapangan futsal, jadi murid2 latihan pake lapangan basket. Namun Nina nggak pernah mikirin lapangan, dia cuma mikirin Indra seorang.. Hehehe.. :)

      Hapus
  3. Kisah cintanya bener-bener rumit. -____-
    Bener-bener bingung tadi sama puncak ceritanya. Tiba-tiba ada Lala, terus sempet jadian sama Doni sebentar. Tapi tebakan gue bener, ujung-ujungnya Nina sama Indra. Hehehe. Keren, Ram. :D

    BalasHapus
  4. Hehehe, ini nyata atau fiksi ya? :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cerita fiksi, Indi.. :) Makasi udah mampir ya.. :D

      Hapus
  5. waa coba si Doni jodohin sama Lala aja tuh :p

    BalasHapus
  6. Gaya berceritanya rada bertele-tele hehehehehehehe bikin pegel dan itu harusnya bisa dibikin paragraf jadi nggak terlalu sepanjang ini. :))

    tapi nggak apa-apa, ceritanya lumayan kok.



    BalasHapus
  7. begitulah prakara duni cinta.
    agak dipersulit hubungan nina sama indra, tapi ending2 nya jadi juga.

    hahaha, kasih tuh nina waktu tau indra punya pacar..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang begitulah cinta, deritanya tiada akhir... *kemudian pergi ke barat mencari kitab suci*

      Hapus
  8. Endingnya kayak soal-soal ujian bahasa Indonesia. :D

    BalasHapus
  9. Akhirnya jodoh sama Indra.. Hahah.. :D Tapi si Nina labil amat yak, semuanya mau :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kadang di waktu-waktu tertentu semua orang suka sama Nina, tapi di waktu-waktu lain nggak ada yang suka sama dia.. :p

      Hapus
  10. Balasan
    1. Iya, Wildan, yang di twitter diposting di blog beberapa menit kemudian.. :)

      Hapus

Posting Komentar