Bayu dan Ayas

Seharusnya dia sudah datang, itu yang dipikirkan Ayas tiga puluh menit terakhir. Cewek itu sedang duduk di sebuah kafe. Sendirian. Dan telah lewat setengah jam dari waktu yang mereka janjikan. Namun, Bayu—pacarnya—tidak kunjung muncul di kafe itu.

Tatapan Ayas nyaris tak pernah teralih dari pintu masuk kafe, memandangi orang-orang yang masuk ke dalam. Berharap Bayu akan muncul di sana, lalu membawanya pergi. Mereka sudah berjanji akan minggat dari rumah, jika orang tua Bayu tetap tidak merestui hubungan mereka.

Waktu terus berlalu, namun tidak ada tanda-tanda Bayu akan datang. Setiap kali ada sosok cowok tinggi dengan rambut pendek rapi, Ayas akan mengira bahwa itu Bayu. Dan dia akan kecewa, karena ternyata bukan. Ayas pun mulai gelisah. Dia menggigit bibir bawahnya. Kenapa Bayu tidak datang-datang? Apa Bayu berubah pikiran? Tapi kenapa tidak ada kabar? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar-putar di kepalanya. Ayas sudah berusaha menghubungi Bayu, namun teleponnya tidak diangkat dan SMS-nya tidak dibalas. Setelah itu, berkali-kali Ayas menghela napas, namun perasaannya tidak kunjung membaik.



***

Di sebuah rumah, tidak jauh dari kafe tempat Ayas menunggu, suasana yang tenang mendadak digemparkan oleh suara teriakan yang membuat para tetangga terkaget-kaget.

"INI HIDUP SAYA! SAYA YANG MENJALANINYA, BUKAN PAPA ATAU MAMA!" Itu teriakan Bayu, dia tampak berusaha keras menahan emosi di depan kedua orang tuanya. Namun gagal.

"Nak, kamu belum sadar, jangan memilih pasangan dengan pikiran pendek seperti itu." Ibunya berkata pelan. Masih berusaha membujuk anak satu-satunya itu. Padahal Bayu sudah muak mendengarnya.

"Pa, Ma, sejak kecil saya selalu menuruti apapun keinginan Mama dan Papa." Bayu menghela napas menahan emosi. "Tapi tolong, sekali ini saja, izinkan saya sendiri yang memilih calon pendamping hidup."

"Pendamping hidup? Tau apa kamu soal pendamping dan hidup? Hah? Kamu masih bau kencur begitu." Papanya memotong tajam. "Siapa nama cewek itu? Ayas? Cewek dari keluarga gak jelas! Tinggalkan saja dia, Bayu!"

"Keluarganya jelas, Pa! Dia punya ibu. Tapi bapaknya sudah meninggal." Sambar Bayu. “Dan dia baik, Pa. Kasih dia kesempatan. Papa dan Mama baru ketemu dia satu kali doang, tapi sudah menganggap dia nggak baik buat saya.”

"Iya. Cukup sekali saja. Papa sudah langsung tau bahwa ibunya kerja di kafe remang-remang." Semprot Papanya. "Pokoknya kamu harus tinggalin cewek itu. Papa sudah carikan kamu calon istri, kamu pasti suka."

"NGGAK!"

"Bayu!" Ibunya berdiri. "Jangan kurang ajar kamu sama orang tua!"

Bayu ikut berdiri. "SAYA NGGAK KURANG AJAR, SAYA CUMA MAU MEMPERJUANGKAN SESEORANG YANG SAYA CINTAI!" Tandas Bayu penuh emosi. Lalu dia pergi, meninggalkan kedua orang tuanya yang masih terbengong-bengong.

Dengan emosi yang meluap-luap, Bayu mengambil sepeda motornya, dan menggebernya keras-keras. Sebelum dia melesat cepat seperti peluru yang ditembakkan seorang sniper, melaju pergi dari rumah orang tuanya. Bayu bahkan tidak memakai helm.

***

Satu jam sudah berlalu, Ayas masih menunggu dengan gelisah di kafe itu. Beberapa pengunjung sudah mulai pulang. Suasana kafe pun mulai sepi.

Di depannya, di atas meja, sudah ada dua gelas jus stroberi. Satu kosong, satu lagi sisa setengah gelas. Perutnya sudah kembung, sudah tiga kali bolak-balik toilet, namun pacarnya masih belum datang dan tidak ada kabar. Mungkin Bayu tidak akan datang, pikirnya. Mungkin dia mengikuti kehendak orang tuanya, pikirnya lagi.

Bayu memang bisa melakukan itu, meninggalkannya begitu saja, dan memutuskan menerima calon istri yang dipilihkan oleh orang tuanya. Posisi Ayas sangat lemah. Dia bukan orang berada, dia tidak punya bapak, dan ibunya tidak terlalu peduli dengannya. Bagaimanapun, Ayas sadar akan hal itu ketika pertama kali bertemu Bayu di sebuah undangan pernikahan temannya. Sudah berkali-kali dia berusaha menghindari Bayu, namun seolah sudah ditakdirkan untuk menjadi sepasang kekasih, segala upayanya untuk menghindar malah membuat Bayu semakin mengejarnya. Sampai akhirnya, mereka jadian.

Selama empat tahun, Ayas merasa bahagia bersama Bayu. Itu adalah masa-masa termanis dalam hidupnya. Setiap saat, Bayu memperlakukannya dengan baik, dia menyayangi Ayas seolah hari itu adalah hari terakhirnya. Dan hanya saat itulah dia bisa menyayangi Ayas. Semua terasa hampir sempurna. Sampai suatu hari, Bayu mengenalkan Ayas kepada kedua orang tuanya. Dan di sanalah kekacauan terjadi.

Padahal ketika itu, Ayas baru bicara satu kalimat, tentang pekerjaan ibunya. Hanya itu saja.

Lalu, kedua orang tua Bayu langsung menyuruhnya pulang, dan melarang Ayas datang lagi ke rumah. Dia juga diwajibkan mengakhiri hubungannya dengan Bayu. Saat itu, Ayas dibuat bingung. Apa salahku? Bukannya aku baru bicara satu kalimat? Kenapa aku dan Bayu harus putus hanya karena satu kalimat itu?

***

Sementara itu, Bayu yang sedang emosi, mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Hampir mencapai 100 km/jam. Tanpa helm.

Dengan kecepatan mematikan seperti itu, susah bagi Bayu untuk berhenti jika ada halangan mendadak yang muncul di depan mata. Termasuk ketika tiba-tiba di hadapannya, ada sebuah motor lain yang ingin menyebrang. Bayu mengerem mendadak, motornya bisa berhenti tepat di depan si pengendara motor yang ingin menyebrang itu. Namun, karena kecepatan yang sangat tinggi, dan pengereman yang dilakukan secara mendadak, tubuh Bayu terpental dari motornya. Dia seolah terbang sekitar 10 meter ke depan.

Jika Bayu mendarat dengan kecepatan seperti itu—tanpa helm pula, sudah pasti kepalanya akan pecah terbentur aspal. Selama kurang dari sedetik, Bayu melayang di udara. Sebelum akhirnya gravitasi menariknya ke bawah.

Saat itulah, Bayu baru menyadari bahwa tidak seharusnya dia ugal-ugalan, apapun masalahnya masih bisa dibicarakan baik-baik, apapun itu. Dan Bayu memikirkan Ayas, cewek itu pasti sedang menunggu di kafe langganan mereka. Ayas yang cantik, dengan mata yang sendu dan menyejukkan itu. Bayu berpikir, sekarang dia tidak akan bisa melihat Ayas lagi. Maafkan aku, Ayas, batinnya. Dan tubuh Bayu terhempas dengan kepala lebih dulu.

***

Ketika ingin meminum jus stroberinya yang ketiga, Ayas tak sengaja menjatuhkan gelas yang dipegangnya. Gelas itu pecah dan berserakan di lantai. Membuat lantai kafe berubah menjadi merah.

"Maaf, maaf," ujar Ayas saat seorang pelayan datang dan membersihkan pecahan gelas itu.

Selanjutnya, Ayas hanya bengong. Pikirannya dipenuhi firasat-firasat buruk. Sekarang dia tidak lagi berpikir bahwa Bayu berubah pikiran, dia mulai khawatir. Bagaimana jika terjadi apa-apa pada Bayu di jalan? Bagaimana jika dia pertengkar dengan orang tuanya dan mengendarai motor dengan emosi yang tidak stabil? Bagaimana jika Bayu tidak akan pernah datang karena…

Memikirkan itu, Ayas langsung menggeleng kuat-kuat. Matanya seketika menghangat, dan mulai berkaca-kaca. Dia menghubungi handphone Bayu.

***

Ketika memasuki kafe itu, handphone-nya berbunyi. Namun dia tidak mengangkatnya, malah langsung menghambur jatuh memeluk cewek yang sedang duduk di salah satu bangku kafe, dia memeluknya dari belakang sambil menangis. Seolah mereka sudah berpisah bertahun-tahun, dan baru saat itu bisa bertemu.

"Bayu?" Ayas menoleh dengan mata basah. Dan menemukan Bayu memeluknya dari belakang juga dengan air mengalir dari matanya. "Kamu kenapa, Bayu?"

"Aku hampir kehilangan kamu karena kebodohanku sendiri." Sahut Bayu. "Tadi aku mengalami kecelakaan, aku hampir mati jika tidak terjatuh tepat di gundukan pasir sisa proyek perbaikan trotoar. Aku bodoh. Aku bodoh. Aku bodoh." Bayu terisak.

Lantas, mereka tidak berkata apa-apa lagi, hanya saling memeluk dengan punggung yang sesekali bergetar.

***



Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen ‘Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan.’ #SafetyFirst Diselenggarakan oleh Yayasan Astra-Honda Motor dan Nulisbuku.com

Komentar

  1. aku baper bacanya qq :''')

    BalasHapus
  2. Ya ampun. Kebawa suasanaaa :') Jago banget sih Rama bikin pembaca hanyut di tiep kalimat~

    BalasHapus
  3. Keren!
    Bingung mau ngomentar apaan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. wkwkwk iya kak sama kita... >,< aku juga bingung mau komentar apaan :D teknonetwork.com

      Hapus
  4. hallo rama
    sekian lama temenan di twitter baru tau blog kamu ini
    salam kenal via blog yah

    BalasHapus

Posting Komentar